Bertemu dan berkenalan dengannya di suatu acara launching buku teman baik, aku menjadi salah satu tamu nya yang di undang saat itu. Sebenarnya sudah cukup lama aku tidak bertemu dengan teman baik ku itu. Sudah 1 tahun lebih setelah aku mengikuti pelatihan jurnalistik sastrawi yang dia adakan di Bandung, baru hari itu lagi di acara launching bukunya aku bertemu dengan teman baik ku itu yang biasa aku panggil Mas Yusi.
Kebetulan jadwal kuliahku yang sedang kosong, aku pun merencanakan untuk datang ke acara launching buku yang Mas Yusi adakan di suatu Mall yang berada didaerah bilangan Jakarta Selatan. Merasa tidak punya teman untuk menemani ke acara launching, aku berusaha memforward undangan ke beberapa sahabat dan teman baik lainnya. Tapi sayang tidak satu pun dari mereka yang bisa ikut ke acara tersebut dengan masing-masing alasan yang aku dapat dari mereka. Tak merubah keinginanku yang ingin datang dalam acara itu, pada Sabtu sorenya aku berangkat sendiri menuju tempat acaranya Mas Yusi.
Dengan rok terusan warna cream selutut dan jaket jeans dengan kupadukan sandal anyaman dan tas rajutan warna cokelat menjadi kostumku sore itu untuk menghadiri acara, “semoga aku tidak salah kostum” bisikku saat sampai di tempat acara yang sudah mulai berjalan. Aku bingung sendiri karena tidak salah satu seorangpun yang aku kenal disana kecuali Mas Yusi. Hanya berusaha mencari sosok Mas Yusi dan mencari tempat duduk dan meja kosong yang bisa kutempati untuk menikmati acara. Tepatnya didepan lobby sebuah Café tempat acara berlangsung aku mendapatkan meja dan tempat duduk yang nyaman untuk menonton. Mata ini tetap mencari sosok Mas Yusi di perkumpulan orang-orang yang sedang menikmati acara, dan tak lama akhirnya aku melihat Mas Yusi dengan mengenakan celana jeans dan kemeja putih lengan panjang yang dia gulung sampai sikut. Tak banyak perubahan pada Mas Yusi, dia tetap terlihat bugar dan awet muda, yang sebenarnya sampai saat ini aku tidak tahu berapa umurnya sebenarnya, mungkin kalaupun bisa diperkirakan umurnya pasti sudah kepala empat. Senyumannya yang khas dengan matanya yang sendu dan teduh merupakan ciri darinya yang terekam di memoriku.
Suasana saat itu memang cukup ramai dan penuh, tapi aku tetap dengan kesendirian menikmati acara itu dengan ditemani sebungkus rokok, segelas jus semangka dan makanan appetizer. Ingin sekali saat itu memanggil Mas Yusi untuk sekedar mengucapkan kata halo dan menanyakan kabarnya, tapi aku merasa tidak enak hati untuk memanggilnya karena kesibukan yang dia miliki. Akhirnya aku hanya duduk menikmati acara dan sesekali membaca buku baru yang sedang dilaunchingkan.
Waktu terus bergulir, acara demi acara berjalan dan memasuki penutupan launch buku yang diakhiri dengan sebuah nyanyian dari sekelompok band. Hiruk pikuk para tamu yang meninggalkan café pun terlihat, dan mungkin hanya aku sendiri yang tetap duduk menikmati suasana ramai tersebut dengan sebatang rokok di tanganku dan tetap asik membaca buku. Teringat kembali dengan sosok Mas Yusi dan keberadaannya, aku pun celingak celinguk mencari sosok Mas Yusi yang tak kutemukan juga. Akhirnya aku ambil keputusan untuk meng’sms dia.
“Hy Mas, lagi dimana? Acaranya seru ya.”
”Aku masih di Cafe, ada didalam. Kau gabung kesini saja” balasnya, dan aku pun mulai berkemas untuk masuk kedalam Cafe untuk bertemu dengan Mas Yusi.
Aku pun masuk kedalam Cafe, dan tak sulit akupun langsung melihat dan menjumpai sosok Mas Yusi yang sedang berkumpul dengan teman-temannya. Ku hampiri mereka yang sedang berkumpul dan aku pun bergabung didalam perbincangan mereka yang terlihatnya cukup seru. Saat itu aku pun dikenalkan kepada teman-teman Mas Yusi, dan mulai membaur dengan mereka.
Mereka semua sangat menyenangkan, walaupun terkadang aku merasa agak kurang nyambung dengan apa yang mereka bicarakan, tetapi mereka semua tetap welcome dan memberikanku kesempatan untuk berbicara dan sesekali berpendapat. Sampai pada suatu waktu ada teman Mas Yusi yang tiba-tiba berceletuk ”wah, Kau merokok juga? Aku suka dengan perempuan yang merokok. Toh merokok atau tidak merokok kita akan mati, khan?” saat aku mengeluarkan korek dan sebatang rokok yang akan kubakar dan dia pun menyodorkan tangannya untuk ber toss. Saat itu aku hanya tersenyum dan merasa aku mulai bisa di terima didalam perkumpulan yang sedang berlangsung.
Entah mengapa aku merasa nyaman saat berbincang dengan mereka semua, khususnya dengan teman Mas Yusi yang berceletuk tadi, yang kupanggil Bang Katamsi. Kita berbincang dengan banyak diselingi dengan guyonan-guyonan sekaligus ejekan-ejekan yang lumayan ngena banget. Kalau saja aku ini orang yang sensitif, mungkin aku sudah pergi meninggalkan mereka semua. Tetapi tidak buatku, karena ejekan atau guyonan yang keluar dari mereka membuat suasana semakin akrab.
Awal bertemu dengan Bang Katamsi lumayan menjengkelkan, karena dia itu tak pernah kehabisan akal untuk mengeluarkan ejekan atau guyonan-guyonan yang dilontarkan kepada teman-temannya. Tetapi lama-kelamaan jadi menyenangkan dan tumbuhlah rasa simpati kepada sosoknya. Tak ku kira dia itu adalah seorang mantan wartawan senior yang kini bekerja disalah satu perusahaan asing di bidang pertambangan. Sempat takjub dan tak percaya dengan pekerjaan dan posisi yang dia miliki di perusahaan asing itu, karena kalau dilihat-lihat memang tidak ada potongan untuknya sebagai pekerja dengan status yang dibilang eksekutif di perusahaan tambang tersebut. Saat itu pun orang-orang yang berkumpul sontak tertawa terbahak-bahak dengan pendapatku tadi terhadap Bang Katamsi, karena ternyata info dari yang lain bahwa aku adalah orang yang tersekian yang berpendapat seperti itu. Berarti memang kebanyakan orang tidak percaya bahwa Bang Katamsi seorang yang bisa dibilang salah satu orang penting didalam perusahaan besar asing itu.
Ku akui memang aku simpatik dengannya, karakternya yang ceplas ceplos serta low profile membuat ku lebih menghargainya. Ternyata masih ada dan bisa kujumpai orang seperti Bang Katamsi. ”Andai saja tipe orang seperti Bang Katamsi lebih dari satu, pasti akan kukejar dan kupacari nanti pastinya, ha ha ha...” bisik ku dalam hati sambil sesekali memukul pelan kepalaku untuk menyadarkan lamunanku tentang Bang Katamsi.
Aku simpatik dengan kecerdasan dan kekonsistenannya terhadap semua hal yang ada dikehidupannya. Aku memang cepat jatuh cinta dengan kecerdasan dari seorang laki-laki, entah itu kelemahanku atau kelebihanku. Tapi aku merasa memang aku lebih suka bergaul dan mempunyai sahabat seorang laki-laki dewasa dengan kecerdasan yang mereka miliki, sehingga dengan begitu akupun banyak belajar tentang semua hal yang ada di kehidupan ini dengan pengalaman-pengalaman yang mereka miliki.
Berharap setelah pertemuan dengan Bang Katamsi dalam acara launching buku Mas Yusi, aku dapat bertemu kembali dengannya dan bilang kalau aku sudah menjadi fans beratnya, dan aku akan menagih banyak ilmu kehidupan kepadanya, sehingga aku pun dapat menjadi manusia yang cerdas seperti Bang Katamsi dan teman-teman yang lain. Karena buatku pengalaman-pengalaman mereka merupakan suatu tambahan asupan ilmu untukku.
Jakarta, April 2007