Minggu, Agustus 24, 2008

Wabah Raja Kecil

1. Pengusaha menggunakan pengaruh pejabat pusat untuk “membujuk” kepala daerah/pejabat daerah mengintervensi proses pengadaan dalam rangka memenangkan pengudaha/rekanan tertentu dan meninggikan harga atau nilai kontrak dengan pengusaha/rekanan dimaksud memberikan uang kepada pejabat pusat maupun daerah.
2. Pengusaha mempengaruhi kepala daerah/pejabat daerah untuk mengintervensi proses pengadaan agar rekanan tertentu dimenangkan dalam tender atau ditunjuk langsung dan harga barang/jasa dinaikkan (mark up), kemudian selisihnya dibagi-bagikan.
3. Panitia pengadaan membuat spesifikasi barang yang mengarahkan ke merek atau produk tertentu dalam rangka memenangkan rekanan tertentu dan melakukan mark up harga atau nilai kontrak.
4. Kepala daerah/pejabat daerah memerintahkan bawah-annya untuk mencairkan dan menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukkannya kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran-pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti yang tidak benar atau fiktif.
5. Kepala daerah/pejabat daerah memerintahkan bawahannya menggunakan dana/uang daerah untuk kepentingan pribadi koleganya, atau untuk kepentingan pribadi kepala daerah/pejabat daerah yang bersangkutan atau kelompok tertentu, kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran-pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti fiktif.
6. Kepala daerah menerbitkan peraturan dearah sebagai dasar pemberian upah pungut atau honor dengan menggunakan dasar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang tidak berlaku lain.
7. Pengusaha, pejabat eksekutif, dan pejabat legislatif daerah bersepakat melakukan tikar guling (ruislag) atas aset pemda dan melakukan mark-down atas aset pemda serta mark-up atas aset pengganti dari pengusaha/rekanan.
8. Para kepala daerah meminta uang jasa (dibayar di muka) kepada pemenang tender sebelum melaksanakan proyek.
9. Kepala daerah menerima sejumlah uang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan.
10. Kepala daerah membuka rekening atas nama kas daerah dengan spesimen pribadi (bukan pejabat dan bendahara yang ditunjuk), dimaksudkan untuk mempermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur.
11. Kepala daerah meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana pemerintah yang ditempatkan di bank
12. Kepala daerah memberikan izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
13. Kepala daerah menerima uang/barang yang berhubung dengan proses perizinan yang dikeluarkannya.
14. Kepala daerah/keluarga/kelompoknya membeli lebih dahulu barang dengan harga yang sudah murah kemudian dijual kembali kepada instansinya dengan harga yang sudah di mark-up.
15. Kepala daerah meminta bawahannya untuk men-cicilkan barang pribadinya dengan menggunakan anggaran daerah.
16. Kepala daerah memberikan dana kepada pejabat tertentu dengan beban pada anggaran dengan alasan pengurusan DAU/DAK.
17. Kepala daerah memberikan dana kepada DPRD dalam proses penyusunan APBD.
18. Kepala daerah mengeluarkan dana untuk perkara pribadi dengan beban anggaran daerah.
(18 Modus Korupsi di Daerah. Sumber : Kompas, 23 Agustus 2008)

Jelas sudah, bukan hanya di pemerintahan pusat saja para pejabatnya yang suka main “basah-basahan”. Di pemerintahan daerahnya pun turut serta dengan kegiatan tersebut, yang akhirnya banyak bermunculan “raja kecil”. Ikut serta “men-icip-icip” yang akhirnya kebablasan dengan sengaja menggunakan uang rakyat. Yang pasti bukan khilaf, tapi memang sudah keasikan dan kecanduan, sama seperti junkies yang kecanduan dan sakaw putaw atau sabu-sabu.

Ironis, bangsa kita dijajah oleh rakyatnya sendiri. Merdeka cuma judul saja, tapi isinya masih tetap dijajah. Orang baik mungkin banyak, tapi orang yang berhati nuranilah yang sudah susah dan jarang kita temui.

Uang bukanlah segalanya. Tetapi segalanya memerlukan dan pakai uang. Sayangnya, hal tersebut salah dipahami oleh para orang “pintar” yang punya kepemimpinan. Dikarenakan semuanya memerlukan uang, maka mereka pun mengumpulkan uang dengan caranya masing-masing. Yang mengumpulkan uang dengan cara benar, disingkirkan, malah dibilang penyakit. Mereka yang mempunyai “kepentingan” akan berusaha untuk menyingkirkan orang yang berhati nurani. Karena buat mereka, mengolah uang itu bukan dengan orang yang berhati nurani, tapi melainkan dengan orang-orang “pintar”, komplotannya.

Mau sampai kapan juga, kalau hobi korupsi di negara kita ini menjadi suatu hobi favorit di kalangan masyarakat, maka perlahan tapi pasti negara kita akan menjadi negara yang terinfeksi “penyakit”. Bukan lagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat yang menjadi tugas utama mereka , melainkan mereka akan mengerjakan kepentingan lain yang berlandaskan UUD (Ujung-Ujungnya Duit).

Semoga saja pejuang kita saat ini, yang tergabung dalam Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dapat menjalankan tugasnya dengan baik, dan merealisasikan janji mereka untuk membarantas habis para “raja besar” sampai ke “raja kecil” yang sakaw uang. Tetap berhati nurani, mencintai negara, sekaligus rakyat Indonesia. Berjuang bersama dengan rakyat yang memiliki hati nurani untuk menciptakan negara yang lebih baik dan maju, dihargai oleh negara lain, dan yang paling penting adalah dijaga serta dicintai oleh rakyatnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Ikan Hiu Makan Tomat, Thank You Very Much

Semua ini hanya ekspresi jiwa dan pikiran sendiri yang ingin bebas, dengan norma kesopanan yang masih dijunjung guna tidak menyakiti orang lain. Tidak dilarang berkomentar atau mengkritik, hanya di sini dilarang iri dan sirik. Jika sirik dan iri, silahkan bikin Blog saja.